Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash – Sang Singa yang Menyembunyikan kukunya - bagian kedua
Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash
Cerita islami, kisah sahabat nabi yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas ini merupakan lanjutan dari cerita Sa’ad bin Abi Waqqash bagian pertama, ikuti lanjutanya melalui Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash bagian kedua di bawah ini :
Sa’ad memang seorang pemanah terkenal. Ketenarannya itu tidak lain karena dialah orang muslim pertama yang melepaskan anak panah untuk berjuang di jalan Allah, sebagaimana penuturannya: “Demi Allah, sayalah orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah.” Peristiwa itu terjadi ketika Rasulullah mengutus enam puluh orang ke Mekah di bawah pimpinan Ubaidah bin Haris. Mereka diutus karena kaum kafir Quraisy sering melakukan pelanggaran terhadap isi Perjanjian Hudaibiyah. Di antara keenam puluh orang itu, salah satunya adalah Sa’ad. Setibanya di Hijaz, mereka menuju mata air yang bernama Wadi Rabig. Ternyata, di sana telah menunggu pasukan kafir Quraisy yang berjumlah dua ratus orang di bawah pimpinan Abu Sufyan. Akhirnya, kedua pasukan yang tidak seimbang itu pun berhadap-hadapan dan siap saling menyerang. Melihat keadaan yang tidak begitu menguntungkan, Sa’ad dan teman-temannya berusaha untuk menghindari pertempuran. Mereka mengutus delegasi untuk melakukan perundingan dengan pihak kafir Quraisy. Dari perundingan itu dicapailah kesepakatan damai, sehingga pertempuran yang tidak seimbang terhindarkan. Namun demikian, sempat juga terjadi bentrokan singkat ketika beberapa anggota pasukan kafir Quraisy menyerang. Saat itu, Sa’ad yang bersenjatakan panah dengan gagah berani melepaskan anak panahnya. lnilah anak panah yang pertama dilepaskan untuk membela agama Allah, yang membuat Sa’ad terkenal sebagai pemanah pertama di jalan Allah.
Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash – Keahlian Sa’ad dalam memanah diakui oleh semua sahabat pada masanya. Bahkan Rasulullah saw. pun mengakuinya, sampai-sampai beliau menjaminkan kedua orang tuanya untuk anak panah yang dilepaskan Sa’ad. lni terjadi ketika perang Uhud berkecamuk. Saat itu Rasulullah saw. berseru kepada Sa’ad, “Panahlah hai Sa’ad, bapak dan ibuku menjadi jaminan bagimu!”
Tentang hal ini Ali bin Abi Thalib berkomentar, “Tidak pernah saya dengar Rasulullah menyediakan ibu bapaknya sebagai jaminan seseorang, kecuali bagi Sa’ad.”
Tidak hanya keahlian memanahnya yang memperoleh jaminan Rasulullah, ketakwaannya sebagai seorang mukmin pun memperoleh jaminan dari beliau. Dikisahkan, suatu hari Rasulullah sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Tiba-tiba beliau menatap dan menajamkan pandangannya ke suatu arah seperti sedang menunggu bisikan atau kata-kata rahasia. Kemudian beliau menoleh kepada para sahabat, lalu berkata, “Sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga.”
Para sahabat pun menengok ke segala arah untuk mengetahui siapakah laki-laki yang sangat beruntung menjadi penghuni surga itu. Tidak lama kemudian, muncullah di hadapan mereka Sa’ad bin Abi Waqqas. Tentu saja para sahabat dibuat kagum karenanya, bahkan sebagian dari mereka merasa penasaran. Apa gerangan yang menjamin Sa’ad masuk surga?
Salah seorang sahabat yang penasaran itu adalah Abdullah bin Amr bin Ash. Dia mendatangi Sa’ad di rumahnya, kemudian meminta Sa’ad untuk memberi tahu rahasia amalannya yang menjaminnya sebagai penghuni surga. cerita islami
“Wahai Sa’ad, amal ibadah apakah yang menyebabkan engkau disebut oleh Rasulullah sebagai penghuni surga?” tanya Abdullah kepada Sa’ad.
‘Amal ibadah yang kukerjakan sama dengan amal ibadah kalian.” Kata Sa’ad.
“Tidak mungkin!” sergah Abdullah. ‘Jika amalmu sama dengan amalku, mengapa aku tidak terjamin masuk surga sepertimu? Kamu jangan bohong, Sa’ad. Kamu pasti memiliki amalan khusus yang membuatmu istimewa di hadapan Allah.”
Desak Abdullah.
“Demi Allah, saya tidak berbohong, Abdullah. Bagaimana mungkin amalan kita berbeda, sedangkan sumber kita sama?” Kata Sa’ad mencoba meyakinkan Abdullah.
“Kalaupun ada yang berbeda di antara kita, yang itu menyebabkan diriku menjadi istimewa di hadapan-Nya, mungkin satu hal.”
“Apa hal yang satu itu, wahai Sa’ad?” Seru Abdullah tak sabar. Tampak kedua matanya berbinar-binar penuh harap.
“Aku tidak pernah menaruh dendam ataupun dengki kepada seorang pun di antara kaum muslimin. Mungkin itu yang membuatku istimewa di hadapan Allah. Wallahu a’lam,” kata Sa’ad. Jawaban Sa’ad ini menunjukkan betapa mulia hatinya, sehingga tidak terbersit sedikit pun di hatinya rasa dengki, apatagi kebencian atau dendam kepada saudara-saudaranya seiman. (cerita islami)
Sa’ad juga terkenal sebagai kesatria berkuda yang gagah berani. Dia mempunyai dua senjata yang amat ampuh, yaitu panahnya dan doanya. Jika dia memanah musuh dalam peperangan, pastilah akan mengenai sasarannya, dan jika dia menyampaikan suatu permohonan kepada Allah pastilah dikabulkan-Nya. Hal ini disebabkan oleh doa yang diucapkan Rasulullah saw., ketika pada suatu hari Rasulullah menyaksikan sesuatu yang menyenangkan dalam diri Sa’ad. Karena sangat berkenan, beliau pun berdoa:
‘Alhhumma saddid ramyatahu wa ajib da’watahu.” (Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya dan kabulkanlah doa-doanya). Doa manusia pilihan yang menjadi kekasih Allah inilah yang menjadi jaminan bagi ketepatan anak panah Sa’ad serta kemakbulan doanya.
Sejak saat itu, Sa’ad terkenal dengan doanya yang sangat makbul. Sa’ad sendiri menyadari benar kekuatan doanya, sehingga dia enggan berdoa bagi kerugian orang lain kecuali menyerahkan keputusan kepada Allah swt. Riwayat berikut menggambarkan betapa doa Sa’ad makbul, dan betapa Sa’ad benar-benar menjaga lidahnya. Suatu hari Sa’ad mendengar seorang laki-laki memaki AIi bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam. Ketiganya adalah sahabat-sahabat Nabi saw. yang utama. Mendengar makian laki-laki itu, Sa’ad merasa sangat risih. Dia lalu berusaha menyuruh laki-laki itu menghentikan makiannya, namun orang itu tidak menggubrisnya.
“Kalau begitu, saya akan mendoakan kamu.” ancam Sa’ad. “Rupanya kamu hendak menakut-nakutiku, seolah-olah kamu seorang nabi. Silakan saja mendoakan aku. Aku tidak takut!” jawab laki-laki itu menantang. Maka Sa’ad pergi mengambil wudu, kemudian dia mengerjakan salat dua rakaat. Setelah itu, diangkatlah kedua tangannya seraya berdoa,
“Ya Allah, sekiranya menurut ilmu-Mu laki-laki ini telah memaki segolongan orang yang telah beroleh kebaikan dari-Mu, dan tindakannya itu mengundang murka-Mu, maka mohon jadikanlah hal itu sebagai pertanda dan suatu pelajaran. Amin…”
Selepas Sa’ad menyelesaikan doanya, dari salah satu pekarangan rumah muncul seekor unta liar dan tanpa bisa dibendung masuk ke dalam lingkungan orang banyak, seolah-olah ada yang dicarinya. Begitu dilihatnya laki-laki pemaki, unta itu pun menerjang. Ditendangnya laki-laki itu dengan kaki-kakinya yang panjang dan kuat. Laki-laki itu tersungkur di tanah, sementara unta liar itu berdiri di atasnya sambil meraung marah. Selanjutnya unta liar itu kembali menyiksa laki-laki pemaki hingga akhirnya dia tewas menemui ajalnya. Demikianlah gambaran kekuatan doa Sa’ad. (cerita islami )
Sementara itu, keberanian dan kegagahannya sebagai seorang prajurit telah dibuktikan oleh sejarah. Sa’ad tidak pernah absen dalam setiap peperangan yang diikuti oleh Nabi saw. Setelah Nabi saw. wafat, dia juga tetap menjadi salah seorang prajurit kepercayaan para khalifah. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Sa’ad diangkat menjadi panglima perang Qadisiyah yang amat menentukan keberhasilan syiar lslam di wilayah lrak. Perang Qadisiyah terjadi antara pasukan muslimin yang berjumlah sekitar tiga puluh ribu orang dengan pasukan Persi yang jumlahnya mencapai seratus ribu orang.
Saat memimpin perang, Sa’ad sedang sakit. Sekujur tubuhnya dipenuhi bisul yang sangat menyiksa, yang berpecahan setiap kali tubuhnya terhentak di atas kudanya. Namun, meskipun sekujur tubuhnya berlumuran darah akibat bisul-bisul yang berpecahan, Sa’ad tetap bersemangat memimpin pasukannya’ Meski sakit menderanya, dia tetap meneriakkan aba-aba dan takbir penggugah semangat dengan lantang sehingga pasukannya terus bertempur dengan semangat juang yang gigih’
‘Ayo Abdullah, serang bagian sayap kiri. Engkau al-Haris’ masuk ke jantung pertahanan musuh. Engkau Fulan, ke arah sana. Ayo kita sambut surga’ Allahu akbar!”
Teriakan Sa’ad yang lantang dan penuh semangat terbukti mampu membangkitkan ruh jihad pasukannya. Pasukan muslimin yang kalah dalam jumlah mampu mengungguli pasukan musuh dalam semangat dan keberanian, Mereka bertempur tanpa takut atau gentar, bahkan seakan-akan mereka berebut menyambut kematian. Dan memang demikianlah adanya, mati sebagai syahid di jalan Allah adalah dambaan setiap diri prajurit muslim yang gagah berani itu, Akhirnya peperangan yang menelan ribuan korban itu dimenangkan oleh pasukan muslimin, setelah panglima perang Persi terbunuh lebih dahulu sehingga pasukannya kocar-kacir. Dalam sakitnya, Sa’ad masih membuktikan keperwiraannya sebagai seorang kesatria berkuda yang tangguh. Pantaslah jika Khalifah Umar bin Khattab mempercayakan kepemimpinan pasukan muslimin di Qadisiyah kepadanya
Sa’ad meninggal pada usia yang sangat lanjut, yaitu 80 tahun, sehingga dia termasuk sahabat Nabi yang meninggal paling akhir. Ketika hendak menemui ajalnya, Sa’ad meminta anaknya untuk membuka sebuah peti yang ternyata isinya adalah sehelai kain tua yang telah usang dan lapuk. Sa’ad meraih kain itu dari tangan putranya, kemudian menciumnya dengan penuh perasaan.
“Telah kuhadapi orang-orang musyrik waktu perang Badar dengan memakai kain ini. Aku telah menyimpan kain ini sekian lama untuk keperluan seperti hari ini.” kata Sa’ad.
“Apa maksud ayah?” tanya putranya.
“Anakku, setelah aku mati nanti, kafanilah jasadku dengan kain ini. Aku ingin menghadap Allah dengannya.” kata Sa’ad, Setelah itu, Sa’ad menghembuskan napasnya yang terakhir. Jasadnya dikafani dengan sehelai kain lusuh, kemudian dimakamkan di dekat sahabat-sahabat Nabi saw. yang telah mendahuluinya.
Semoga Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash di atas dapat kamu ambil hikmahnya, dan mencontoh sikap yang baik dari sahabat nabi di atas.
Cerita islami, kisah sahabat nabi yang bernama Sa’ad bin Abi Waqqas ini merupakan lanjutan dari cerita Sa’ad bin Abi Waqqash bagian pertama, ikuti lanjutanya melalui Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash bagian kedua di bawah ini :
Sa’ad memang seorang pemanah terkenal. Ketenarannya itu tidak lain karena dialah orang muslim pertama yang melepaskan anak panah untuk berjuang di jalan Allah, sebagaimana penuturannya: “Demi Allah, sayalah orang pertama yang melepaskan anak panah di jalan Allah.” Peristiwa itu terjadi ketika Rasulullah mengutus enam puluh orang ke Mekah di bawah pimpinan Ubaidah bin Haris. Mereka diutus karena kaum kafir Quraisy sering melakukan pelanggaran terhadap isi Perjanjian Hudaibiyah. Di antara keenam puluh orang itu, salah satunya adalah Sa’ad. Setibanya di Hijaz, mereka menuju mata air yang bernama Wadi Rabig. Ternyata, di sana telah menunggu pasukan kafir Quraisy yang berjumlah dua ratus orang di bawah pimpinan Abu Sufyan. Akhirnya, kedua pasukan yang tidak seimbang itu pun berhadap-hadapan dan siap saling menyerang. Melihat keadaan yang tidak begitu menguntungkan, Sa’ad dan teman-temannya berusaha untuk menghindari pertempuran. Mereka mengutus delegasi untuk melakukan perundingan dengan pihak kafir Quraisy. Dari perundingan itu dicapailah kesepakatan damai, sehingga pertempuran yang tidak seimbang terhindarkan. Namun demikian, sempat juga terjadi bentrokan singkat ketika beberapa anggota pasukan kafir Quraisy menyerang. Saat itu, Sa’ad yang bersenjatakan panah dengan gagah berani melepaskan anak panahnya. lnilah anak panah yang pertama dilepaskan untuk membela agama Allah, yang membuat Sa’ad terkenal sebagai pemanah pertama di jalan Allah.
Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash – Sang Singa yang Menyembunyikan kukunya - bagian kedua |
Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash – Keahlian Sa’ad dalam memanah diakui oleh semua sahabat pada masanya. Bahkan Rasulullah saw. pun mengakuinya, sampai-sampai beliau menjaminkan kedua orang tuanya untuk anak panah yang dilepaskan Sa’ad. lni terjadi ketika perang Uhud berkecamuk. Saat itu Rasulullah saw. berseru kepada Sa’ad, “Panahlah hai Sa’ad, bapak dan ibuku menjadi jaminan bagimu!”
Tentang hal ini Ali bin Abi Thalib berkomentar, “Tidak pernah saya dengar Rasulullah menyediakan ibu bapaknya sebagai jaminan seseorang, kecuali bagi Sa’ad.”
Tidak hanya keahlian memanahnya yang memperoleh jaminan Rasulullah, ketakwaannya sebagai seorang mukmin pun memperoleh jaminan dari beliau. Dikisahkan, suatu hari Rasulullah sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Tiba-tiba beliau menatap dan menajamkan pandangannya ke suatu arah seperti sedang menunggu bisikan atau kata-kata rahasia. Kemudian beliau menoleh kepada para sahabat, lalu berkata, “Sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang laki-laki penghuni surga.”
Para sahabat pun menengok ke segala arah untuk mengetahui siapakah laki-laki yang sangat beruntung menjadi penghuni surga itu. Tidak lama kemudian, muncullah di hadapan mereka Sa’ad bin Abi Waqqas. Tentu saja para sahabat dibuat kagum karenanya, bahkan sebagian dari mereka merasa penasaran. Apa gerangan yang menjamin Sa’ad masuk surga?
Salah seorang sahabat yang penasaran itu adalah Abdullah bin Amr bin Ash. Dia mendatangi Sa’ad di rumahnya, kemudian meminta Sa’ad untuk memberi tahu rahasia amalannya yang menjaminnya sebagai penghuni surga. cerita islami
“Wahai Sa’ad, amal ibadah apakah yang menyebabkan engkau disebut oleh Rasulullah sebagai penghuni surga?” tanya Abdullah kepada Sa’ad.
‘Amal ibadah yang kukerjakan sama dengan amal ibadah kalian.” Kata Sa’ad.
“Tidak mungkin!” sergah Abdullah. ‘Jika amalmu sama dengan amalku, mengapa aku tidak terjamin masuk surga sepertimu? Kamu jangan bohong, Sa’ad. Kamu pasti memiliki amalan khusus yang membuatmu istimewa di hadapan Allah.”
Desak Abdullah.
“Demi Allah, saya tidak berbohong, Abdullah. Bagaimana mungkin amalan kita berbeda, sedangkan sumber kita sama?” Kata Sa’ad mencoba meyakinkan Abdullah.
“Kalaupun ada yang berbeda di antara kita, yang itu menyebabkan diriku menjadi istimewa di hadapan-Nya, mungkin satu hal.”
“Apa hal yang satu itu, wahai Sa’ad?” Seru Abdullah tak sabar. Tampak kedua matanya berbinar-binar penuh harap.
“Aku tidak pernah menaruh dendam ataupun dengki kepada seorang pun di antara kaum muslimin. Mungkin itu yang membuatku istimewa di hadapan Allah. Wallahu a’lam,” kata Sa’ad. Jawaban Sa’ad ini menunjukkan betapa mulia hatinya, sehingga tidak terbersit sedikit pun di hatinya rasa dengki, apatagi kebencian atau dendam kepada saudara-saudaranya seiman. (cerita islami)
Sa’ad juga terkenal sebagai kesatria berkuda yang gagah berani. Dia mempunyai dua senjata yang amat ampuh, yaitu panahnya dan doanya. Jika dia memanah musuh dalam peperangan, pastilah akan mengenai sasarannya, dan jika dia menyampaikan suatu permohonan kepada Allah pastilah dikabulkan-Nya. Hal ini disebabkan oleh doa yang diucapkan Rasulullah saw., ketika pada suatu hari Rasulullah menyaksikan sesuatu yang menyenangkan dalam diri Sa’ad. Karena sangat berkenan, beliau pun berdoa:
‘Alhhumma saddid ramyatahu wa ajib da’watahu.” (Ya Allah, tepatkanlah bidikan panahnya dan kabulkanlah doa-doanya). Doa manusia pilihan yang menjadi kekasih Allah inilah yang menjadi jaminan bagi ketepatan anak panah Sa’ad serta kemakbulan doanya.
Sejak saat itu, Sa’ad terkenal dengan doanya yang sangat makbul. Sa’ad sendiri menyadari benar kekuatan doanya, sehingga dia enggan berdoa bagi kerugian orang lain kecuali menyerahkan keputusan kepada Allah swt. Riwayat berikut menggambarkan betapa doa Sa’ad makbul, dan betapa Sa’ad benar-benar menjaga lidahnya. Suatu hari Sa’ad mendengar seorang laki-laki memaki AIi bin Abi Thalib, Talhah bin Ubaidillah, dan Zubair bin Awwam. Ketiganya adalah sahabat-sahabat Nabi saw. yang utama. Mendengar makian laki-laki itu, Sa’ad merasa sangat risih. Dia lalu berusaha menyuruh laki-laki itu menghentikan makiannya, namun orang itu tidak menggubrisnya.
“Kalau begitu, saya akan mendoakan kamu.” ancam Sa’ad. “Rupanya kamu hendak menakut-nakutiku, seolah-olah kamu seorang nabi. Silakan saja mendoakan aku. Aku tidak takut!” jawab laki-laki itu menantang. Maka Sa’ad pergi mengambil wudu, kemudian dia mengerjakan salat dua rakaat. Setelah itu, diangkatlah kedua tangannya seraya berdoa,
“Ya Allah, sekiranya menurut ilmu-Mu laki-laki ini telah memaki segolongan orang yang telah beroleh kebaikan dari-Mu, dan tindakannya itu mengundang murka-Mu, maka mohon jadikanlah hal itu sebagai pertanda dan suatu pelajaran. Amin…”
Selepas Sa’ad menyelesaikan doanya, dari salah satu pekarangan rumah muncul seekor unta liar dan tanpa bisa dibendung masuk ke dalam lingkungan orang banyak, seolah-olah ada yang dicarinya. Begitu dilihatnya laki-laki pemaki, unta itu pun menerjang. Ditendangnya laki-laki itu dengan kaki-kakinya yang panjang dan kuat. Laki-laki itu tersungkur di tanah, sementara unta liar itu berdiri di atasnya sambil meraung marah. Selanjutnya unta liar itu kembali menyiksa laki-laki pemaki hingga akhirnya dia tewas menemui ajalnya. Demikianlah gambaran kekuatan doa Sa’ad. (cerita islami )
Sementara itu, keberanian dan kegagahannya sebagai seorang prajurit telah dibuktikan oleh sejarah. Sa’ad tidak pernah absen dalam setiap peperangan yang diikuti oleh Nabi saw. Setelah Nabi saw. wafat, dia juga tetap menjadi salah seorang prajurit kepercayaan para khalifah. Pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Sa’ad diangkat menjadi panglima perang Qadisiyah yang amat menentukan keberhasilan syiar lslam di wilayah lrak. Perang Qadisiyah terjadi antara pasukan muslimin yang berjumlah sekitar tiga puluh ribu orang dengan pasukan Persi yang jumlahnya mencapai seratus ribu orang.
Saat memimpin perang, Sa’ad sedang sakit. Sekujur tubuhnya dipenuhi bisul yang sangat menyiksa, yang berpecahan setiap kali tubuhnya terhentak di atas kudanya. Namun, meskipun sekujur tubuhnya berlumuran darah akibat bisul-bisul yang berpecahan, Sa’ad tetap bersemangat memimpin pasukannya’ Meski sakit menderanya, dia tetap meneriakkan aba-aba dan takbir penggugah semangat dengan lantang sehingga pasukannya terus bertempur dengan semangat juang yang gigih’
‘Ayo Abdullah, serang bagian sayap kiri. Engkau al-Haris’ masuk ke jantung pertahanan musuh. Engkau Fulan, ke arah sana. Ayo kita sambut surga’ Allahu akbar!”
Teriakan Sa’ad yang lantang dan penuh semangat terbukti mampu membangkitkan ruh jihad pasukannya. Pasukan muslimin yang kalah dalam jumlah mampu mengungguli pasukan musuh dalam semangat dan keberanian, Mereka bertempur tanpa takut atau gentar, bahkan seakan-akan mereka berebut menyambut kematian. Dan memang demikianlah adanya, mati sebagai syahid di jalan Allah adalah dambaan setiap diri prajurit muslim yang gagah berani itu, Akhirnya peperangan yang menelan ribuan korban itu dimenangkan oleh pasukan muslimin, setelah panglima perang Persi terbunuh lebih dahulu sehingga pasukannya kocar-kacir. Dalam sakitnya, Sa’ad masih membuktikan keperwiraannya sebagai seorang kesatria berkuda yang tangguh. Pantaslah jika Khalifah Umar bin Khattab mempercayakan kepemimpinan pasukan muslimin di Qadisiyah kepadanya
Sa’ad meninggal pada usia yang sangat lanjut, yaitu 80 tahun, sehingga dia termasuk sahabat Nabi yang meninggal paling akhir. Ketika hendak menemui ajalnya, Sa’ad meminta anaknya untuk membuka sebuah peti yang ternyata isinya adalah sehelai kain tua yang telah usang dan lapuk. Sa’ad meraih kain itu dari tangan putranya, kemudian menciumnya dengan penuh perasaan.
“Telah kuhadapi orang-orang musyrik waktu perang Badar dengan memakai kain ini. Aku telah menyimpan kain ini sekian lama untuk keperluan seperti hari ini.” kata Sa’ad.
“Apa maksud ayah?” tanya putranya.
“Anakku, setelah aku mati nanti, kafanilah jasadku dengan kain ini. Aku ingin menghadap Allah dengannya.” kata Sa’ad, Setelah itu, Sa’ad menghembuskan napasnya yang terakhir. Jasadnya dikafani dengan sehelai kain lusuh, kemudian dimakamkan di dekat sahabat-sahabat Nabi saw. yang telah mendahuluinya.
Semoga Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash di atas dapat kamu ambil hikmahnya, dan mencontoh sikap yang baik dari sahabat nabi di atas.
http://ceritaislami.net/kisah-saad-bin-abi-waqqas-sang-singa-yang-menyembunyikan-kukunya-bagian-kedua/
0 Response to "Kisah Sa’ad bin Abi Waqqash – Sang Singa yang Menyembunyikan kukunya - bagian kedua"
Post a Comment